BISNIS DAN ETIKA
Mitos Bisnis Amoral
Ungkapan lain dari etika bisnis
menurut De George disebut sebagai Mitos Bisnis Amoral. Ungkapan atau mitos ini
menggambarkan dengan jelas anggapan atau keyakinan orang bisnis, sejauh mereka
menerima mitos seperti itu, tentang dirinya, kegiatannya, dan lingkungan
kerjanya.
Bagi
orang bisnis yang menginginkan agar bisnisnya bertahan lama dan sukses tidak
hanya dari segi material tapi dalam arti seluas-luasnya, mitos tersebut sulit
dipertahankan.
Berikut adalah sebagai pengibaratan bahwa mitos amoral sama sekali tidak benar:
- Bisnis
memang sering diibaratkan sebagai judi bahkan sudah dianggap sebagai
semacam judi atau permainan penuh persaingan yang ketat.
- tidak
sepenuhnya benar bahwa sebagai sebuah permainan (judi), dunia bisnis
mempunyai aturan main sendiri yang berbeda sama sekali dari aturan yang
berlaku dalam kehidupan sosial pada umumnya.
- Harus
dibedakan antara legalitas dan moralitas
- Etika
harus dibedakan dari ilmu empiris. Dalam ilmu empiris, suatu gejala atau
fakta yang berulang terus dan terjadi diman-mana menjadi alasan yang sah
bagi setiap manusia untuk menarik sebuah teori atau hukum ilmiah yang sah
dan berlaku universal.
- Pemberitaan,
surat pembaca, dan berbagai aksi protesyang terjadi dimana-mana untuk
mengancam berbagai pelanggaran dalam kegiatan bisnis, atau mengecam
berbagai kegiatan bisnis yang tidak baik, menunjukan bahwa masih banyak
orang dan kelompok masyarakat menghendaki agar bisnis dijalankan secara
baik dan tetap mengindahkan norma-norma moral.
Keuntungan dan etika
Untuk memperoleh keuntungan etika
sangat dibutuhkan, sangat relevan dan mempunyai tempat yang sangat strategis
dalam bisnis, yaitu:
- Dalam
bisnis modern para pelaku bisnis dituntut untuk menjadi orang-orang
profesional dibidangnya.
- Dalam
pesaingan bisnis yang ketat para pelaku bisnis modern sangat sadar bahwa
konsumen adalah benar-benar raja.
- Dalam
sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang bersifat netral tak
berpihak tetapi efektif menjaga agar kepentingan dan hak semua pihak
dijamin, para pelaku bisnis berusaha sebisa mungkin untuk menghindari
campur tangan pemerintah, yang baginya akan sangat merugikan kelangsungan
bisnisnya.
- Perusahaan-perusahaan
modern juga semakin menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga yang siap
untuk dieksploitas demi mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
SASARAN ETIKA BISNIS
Sasaran
etika bisnis adalah membangun kesadaran kritis pelaku bisnis, bahwa bisnis
adalah profit making activity, yang harus dicapai dengan cara-cara baik, tidak
curang, tidak merugikan orang lain.
Keuntungan
yang dicapai juga meliputi non financial profit, moral, citra, pelayanan,
tanggung jawab sosial, integritas moral, mutu, kepercayaan. Meliputi juga
keuntungan yang berjangka panjang.
Kita
juga perlu mendorong bangsa membangun sistem ekonomi, sosial dan politik yang
lebih baik dan lebih demokratis. Menjadikan hukum yang supermasi diatas
kekuasaan. Pelaku yang ingin maju ikuti aturan main yang jelas, adil, rasional
dan obyektif tanpa mengandalkan KKN.
Pemberdayaan
masyarakat, ini juga perlu dikembangkan dalam ranga sasaran etika bisnis. baik
secara individual maupun secara kelompok, seperti LSM dsb. Bila ada kecurangan,
masyarakat harus berani dan bisa melakukan langkah-langkah koreksi dengan
mengungkapkan pada yang berwenang.
Upaya
penyebarluasan pemahaman, pelaksanaan, penghayatan terhadap pemasyrakatan etika
bisnis ini perlu dilakukan dengan luas diseluruh tanah air.
Dengan
demikian, bisnis sebagai suatu usaha yang ada dimasyarakat memerlukan pemuasan
kepada semua pihak naik ekstern maupin intern.
Pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi :
• Pemerintah.
• Lembaga Keuangan dan Perbankan
• Pemasok.
• Distributor, agen dan pengecer.
• Pembeli atau konsumen.
Masyarakat sekitar perusahaan dan secara ridak langsung masyarakat luas.
• Sedangkan yang bekepentingan dan berada dalam organisasi perusahaan
• Para pemilik saham dan pemodal.
• Berbagai kelompok manajemen yang tak tergolong manajemen puncak.
• Para karyawan.
Etika
bisnis yang sehat dibangun untuk memuaskan kepentingan semua pihak dengan
cara-cara yang baik dan santun, tentunya akan menjalin hubungan yang baik pada
semuanya.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA BISNIS
Menurut salah satu sumber yang
penulis kutip ada lima prinsip etika bisnis menurut Keraf (1994:71-75)
diantaranya adalah :
1. Prinsip Otonomi. Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak
berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertindak secara otonom mengandaikan adanya
kebebasan mengambil keputusan dan bertindak menurut keputusan itu. Otonomi juga
mengandaikan adanya tanggung jawab. Dalam dunia bisnis, tanggung jawab
seseorang meliputi tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, pemilik perusahaan,
konsumen, pemerintah, dan masyarakat.
2. Prinsip Kejujuran. Prinsip kejujuran meliputi pemenuhan syarat-syarat
perjanjian atau kontrak, mutu barang atau jasa yang ditawarkan, dan hubungan
kerja dalam perusahaan. Prinsip ini paling problematik karena masih banyak
pelaku bisnis melakukan penipuan.
3. Prinsip Tidak Berbuat Jahat dan Berbuat Baik. Prinsip ini mengarahkan agar
kita secara aktif dan maksimal berbuat baik atau menguntungkan orang lain, dan
apabila hal itu tidak bisa dilakukan, kita minimal tidak melakukan sesuatu yang
merugikan orang lain atau mitra bisnis.
4. Prinsip Keadilan. Prinsip ini menuntut agar kita memberikan apa yang menjadi
hak seseorang di mana prestasi dibalas dengan kontra prestasi yang sama
nilainya.
5. Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri. Prinsip ini mengarahkan agar kita
memperlakukan seseorang sebagaimana kita ingin diperlakukan dan tidak akan
memperlakukan orang lain sebagaimana kita tidak ingin diperlakukan.
Selain itu juga ada beberapa nilai – nilai etika bisnis yang dinilai oleh
Adiwarman Karim, Presiden Direktur Karim Business Consulting, seharusnya jangan
dilanggar, yaitu :
• Kejujuran Banyak orang beranggapan bisnis merupakan kegiatan tipu-menipu demi
mendapat keuntungan. Ini jelas keliru. Sesungguhnya kejujuran merupakan salah
satu kunci keberhasilan berbisnis. Bahkan, termasuk unsur penting untuk
bertahan di tengah persaingan bisnis.
• Keadilan – Perlakukan setiap orang sesuai haknya. Misalnya, berikan upah
kepada karyawan sesuai standar serta jangan pelit memberi bonus saat perusahaan
mendapatkan keuntungan lebih. Terapkan juga keadilan saat menentukan harga,
misalnya dengan tidak mengambil untung yang merugikan konsumen.
• Rendah Hati – Jangan lakukan bisnis dengan kesombongan. Misalnya, dalam
mempromosikan produk dengan cara berlebihan, apalagi sampai menjatuhkan produk
bersaing, entah melalui gambar maupun tulisan. Pada akhirnya, konsumen memiliki
kemampuan untuk melakukan penilaian atas kredibilitas sebuah poduk/jasa.
Apalagi, tidak sedikit masyarakat yang percaya bahwa sesuatu yang terlihat atau
terdengar terlalu sempurna, pada kenyataannya justru sering kali terbukti
buruk.
• Simpatik – Kelola emosi. Tampilkan wajah ramah dan simpatik. Bukan hanya di
depan klien atau konsumen anda, tetapi juga di hadapan orang-orang yang
mendukung bisnis anda, seperti karyawan, sekretaris dan lain-lain.
• Kecerdasan – Diperlukan kecerdasan atau kepandaian untuk menjalankan strategi
bisnis sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, sehingga menghasilkan
keuntungan yang memadai. Dengan kecerdasan pula seorang pebisnis mampu
mewaspadai dan menghindari berbagai macam bentuk kejahatan non-etis yang
mungkin dilancarkan oleh lawan-lawan bisnisnya.
• Lakukan dengan cara yang baik, lebih baik atau dipandang baik Sebagai
pebisnis, anda jangan mematok diri pada aturan-aturan yang berlaku. Perhatikan
juga norma, budaya atau agama di tempat anda membuka bisnis. Suatu cara yang
dianggap baik di suatu Negara atau daerah, belum tentu cocok dan sesuai untuk
di terapkan di Negara atau daerah lain. Hal ini penting kalau ingin usaha
berjalan tanpa ada gangguan.
Etos Kerja
Pengertian
etos kerja. Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti
sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini
tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat.
Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang
diyakininya. Dari kata etos ini, dikenal pula kata etika, etiket yang
hampir mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan
baik buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau
semangat yang amat kuat untuk menyempurnakan sesuatu secara optimal, lebih
baik, dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna
mungkin.
Abu
Hamid memberikan pengertian bahwa etos adalah sifat, karakter, kualitas hidup,
moral dan gaya estetika serta suasana hati seseorang masyarakat. Kemudian
mengatakan bahwa etos berada pada lingkaran etika dan logika yang bertumpuk
pada nilai-nilai dalam hubungannya pola-pola tingkah laku dan rencana-rencana
manusia. Etos memberi warna dan penilaian terhadap alternatif pilihan kerja,
apakah suatu pekerjaan itu dianggap baik, mulia, terpandang, salah dan tidak
dibanggakan.
Dengan
menggunakan kata etos dalam arti yang luas, yaitu pertama sebagaimana sistem
tata nilai mental, tanggung jawab dan kewajiban. Akan tetapi perlu dicatat
bahwa sikap moral berbeda dengan etos kerja, karena konsep pertama menekankan
kewajiban untuk berorientasi pada norma sebagai patokan yang harus diikuti.
Sedangkan etos ditekankan pada kehendak otonom atas kesadaran sendiri, walaupun
keduanya berhubungan erat dan merupakan sikap mental terhadap sesuatu.